Wow!! Inilah Fakta Mengenai Kompetisi Basket di Indonesia

Developmental Basketball League (DBL), sebelumnya bernama Deteksi Basketball League, adalah sebuah kompetisi liga bola basket pelajar SMP dan SMA terbesar di Indonesia. Liga ini dimulai pada tahun 2004 di Surabaya saat masih di bawah naungan DetEksi, departemen anak muda di koran Jawa Pos, serta diprakarsai oleh kepala bagian DetEksi saat itu Azrul Ananda.

Sejak tahun 2008, liga basket ini dikelola secara profesional. Jawa Pos mendirikan anak perusahaan tersendiri untuk mengelola liga basket tersebut, yakni PT Deteksi Basket Lintas Indonesia atau lebih dikenal dengan nama PT DBL Indonesia.

Sejak tahun 2018, DBL Indonesia menjadi perusahaan mandiri yang tidak lagi berada di bawah payung Jawa Pos. Hingga saat ini, Azrul Ananda masih tercatat sebagai pendiri dan CEO dari PT DBL Indonesia.

DBL dimulai di Surabaya pada 2004. Liga ini diniati sebagai liga SMA yang sederhana, tetapi diselenggarakan dengan cara yang benar. Tidak boleh ada pemain profesional atau semipro, tidak boleh ada sponsor rokok, alkohol, dan minuman berenergi. Pemain harus student-athlete. Performa mereka di ruang kelas sama pentingnya—atau bahkan lebih penting—dari performa mereka di lapangan basket.

Total 96 tim bergabung di musim pertama ini, dari berbagai kota di Provinsi Jawa Timur. Sejak pertandingan perdana, banyak orang sadar bahwa sesuatu yang spesial sedang berlangsung. Pertandingan pertama DBL sangatlah ketat dan emosional. Tim putri SMAN 20 Surabaya mengalahkan SMA Santo Stanislaus 2 Surabaya. Tangis sedih dan bahagia terlihat di sekeliling lapangan, ditonton oleh sekitar 1.000 penonton. Pada tahun itu, jumlah penonton tersebut termasuk luar biasa untuk sebuah kompetisi basket level SMA.

Sejak saat itu, makin banyak peminat datang menonton. Pada babak final, lebih dari 5.000 orang datang menyaksikan (rekor penonton basket terbanyak di Jawa Timur saat itu), dan mereka dihibur oleh pertandingan yang emosional dan dramatis. SMAN 2 Surabaya menjadi juara putra, setelah memaksa berlangsungnya perpanjangan waktu lewat tembakan putus asa dari luar garis tiga angka.

Kesuksesan DBL musim pertama membantu liga ini untuk tumbuh secara signifikan. Makin banyak tim yang bergabung, makin banyak penonton yang menyaksikan. Bahkan, saking banyaknya tim yang ingin tampil, DBL kehabisan kapasitas untuk menerima semuanya. Karena itu, para peserta baru harus tampil dulu di babak kualifikasi, saling mengeliminasi menuju babak utama.

Makin tahun, standar penyelenggaraan juga terus meningkat. Aturan-aturan baru diperke­nalkan untuk membuat presentasi pertandingan makin baik. Tim dan penonton terus dipaksa untuk mengikuti aturan-aturan yang makin ketat.

Pada 2007, pertandingan-pertandingan DBL diselenggarakan sebaik—atau mungkin lebih baik—dari pertandingan-pertandingan profesional dan internasional. Lebih dari 55 ribu penonton menyaksikan DBL pada 2007, hampir empat kali lebih banyak dari 2004. Sebanyak 220 tim bertanding pada 2007, lebih dari dua kali jumlah peserta 2004.

Sukses 2007 ini memberi pertanda, bahwa sudah tiba waktunya bagi DBL untuk mengembangkan sayap.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *