BAPA SUHARTO: PRESIDEN INDONESIA YANG DISEGANI
Masa kecil bapa SUHARTO
tidak seperti anak desa lainnya yang harus bekerja di sawah. Dalam usia yang sangat muda, ia disekolahkan oleh Kertosudiro. Tidak ada berita-berita mengenai masa pak Soeharto di Sekolah Rakyat (setingkat SD). Masa kecil nya begitu banyak menyimpan kenangan pahit. Bukan hanya pahit, tapi juga menyakitkan hatinya. Seperti yang dialaminya saat SD, pak Soeharto kerap menjadi korban perundungan dari kawan-kawannya.Ketika semakin besar, ia tinggal bersama kakeknya, Mbah Atmosudiro, ayah dari ibunya. pak Soeharto sekolah ketika berusia delapan tahun, tetapi sering berpindah.
Karier militer bapa SUHARTO
Pada 1 Juni 1940, ia diterima sebagai siswa di sekolah militer di Gombong, Jawa Tengah. Setelah enam bulan menjalani latihan dasar, ia tamat sebagai lulusan terbaik dan menerima pangkat kopral. Ia terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong. ia resmi bergabung dengan pasukan kolonial Belanda, KNIL saat Perang Dunia II sedang berkecamuk. Ia dikirim ke Bandung untuk menjadi tentara cadangan di Markas Besar Angkatan Darat selama seminggu dengan pangkat sersan.Nasib nya kembali apes, tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah pada Jepang. Berakhir pulalah kiprahnya di KNIL.
Bosan menganggur, pak suharto mencoba mendaftar jadi Keibuho atau polisi Jepang pada November 1942. Ia mengaku sedikit takut jika identitasnya sebagai bekas tentara Belanda ketahuan. Tetapi akhirnya memberanikan diri mendaftar dan diterima.
Pada 17 Agustus 1945 Indonesia resmi mengumumkan kemerdekaan, BAPAK Soeharto kemudian secara resmi diangkat menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945 dengan pangkat letnan, tak lama kemudian berkat reputasi dan pengalamannya di PETA ia ditunjuk sebagai komandan batalyon dengan pangkat mayor. Pada tahun 1946, pangkatnya kembali naik menjadi komandan resimen yang berpangkat letnan kolonel atau overste.
THE NEW ORDER
(ORDE BARU)
Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai pokok tugas dan tujuan pemerintah. Dia mengangkat banyak teknokrat dan ahli ekonomi yang sebelumnya bertentangan dengan Presiden Soekarno yang cenderung bersifat sosialis. Teknokrat-teknokrat yang umumnya berpendidikan barat dan liberal (Amerika Serikat)
Presiden Soeharto dinilai memulai penekanan terhadap suku Tionghoa, melarang penggunaan tulisan Tionghoa tertulis di berbagai material tertulis, dan menutup organisasi Tionghoa karena tuduhan simpati mereka terhadap komunis. Selain itu hak-hak politik etnis Tionghoa dibatasi dan agama Kong Hu Cu tidak diakui keberadaannya. Walaupun begitu, Soeharto terlibat persahabatan yang akrab dengan Lee Kuan Yew yang pernah manjadi Perdana Menteri Singapura yang beretnis Tionghoa.
Pada 1973 dia memenangkan jangka lima-tahun berikutnya melalui pemilihan “electoral college“. dan juga terpilih kembali pada 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Soeharto mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri, Pada 1973 dia memenangkan jangka lima-tahun berikutnya melalui pemilihan “electoral college“. dan juga terpilih kembali pada 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Soeharto mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri, Golkar..
Mundur dari jabatan presiden
Pada 1997, menurut Bank Dunia, 20 sampai 30% dari dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama bertahun-tahun. Krisis finansial Asia pada tahun yang sama tidak membawa hal bagus bagi pemerintahan Presiden Soeharto ketika ia dipaksa untuk meminta pinjaman, yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh dan mendetail dari IMF.
Meskipun sempat menyatakan untuk tidak dicalonkan kembali sebagai Presiden pada periode 1998–2003, terutama pada acara Golongan Karya, Soeharto tetap memastikan ia terpilih kembali oleh parlemen untuk ketujuh kalinya di Maret 1998.
Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, B. J. Habibie.