BAHASA DAN MANUSIA
Fachri R.A.
Selasa, 13 Februari 2024
PERADABAN, AGAMA, CERITA Semuanya dimulai dari Bahasa
Bahasa. Bagaimana kita bisa berkomunikasi satu sama lain? Apa yang membuat kita berbeda dari hewan-hewan lain dalam berkomunikasi?
Bahasa adalah alat komunikasi satu sama lain. Tentang asal-mulanya bahasa muncul masih menjadi bahan perdebatan hingga kini. Kurangnya bukti-bukti nyata dan kuat membuat kita hanya bisa menduga-duga dan membuat hipotesis semata. Yang jelas, kita bisa berkomunikasi baik secara lisan dan tertulis karena adanya bahasa. Bahasa yang disepakati bersama, Bahasa indonesia.
Kita juga mengetahui bahwasanya hewan-hewanpun juga memiliki bahasa sendiri untuk berkomunikasi. Bahasa buaya memang saya tidak mengerti, tapi bukan itu yang saya ingin bahas. Kalau soal buaya, sepertinya saya bukan orangnya. Heheh.
PEMBAHASAN
Lantas jika kita dan hewan berbahasa, mengapa hanya kita yang menjadi “superior” di muka bumi ini?
Manusia secara individu, adalah remeh yang mudah ditindas. Namun, manusia secara komunal dan teroganisir adalah komunitas pengubah peradaban. Bahasalah yang membuat kita bisa berkomunitas, bercanda, berhubungan, dsb.
Dengan bahasa, kita dapat bekerja sama dan saling bahu-membahu, dengan bekerja sama dengan efektif dan terorganisir, kita dapat menaklukan dunia di bawah lutut kita. Dengan kemampuan berbahasa kita, kita menjadi makhluk “superior” dalam sejarah ke-bumi-an.
Jadi, manusia secara komunal dan bergerombol dapat menaklukan dunia, dan jelas jika secara individu kita bukan siapa-siapa dan akan dipastikan punah dalam sekejap di alam liar dalam peradaban.
Suatu bahasa dapat menciptakan sebuah pandangan keyakinan mereka sendiri. Ada yang memiliki pandangan keyakinan thd dewa-dewa di langit dengan segala kekuasaannya. Dengan sendiri, mereka menciptakan mitos-mitos dan menyebarkannya secara lisan dan menjadi cerita rakyat saat itu. Cerita itu dipegang teguh sebagai jalan menuju “surga” mereka. Dengan bahasa, kita dapat menciptakan relitas imajinasi (fiksi) yang dapat merangkul orang dalam jumlah yang tidak sedikit.
Dengan bahasa kita terus berkembang, dan melahirlan bahasa-bahasa baru.
KEMANA MEREKA?
Hewan, yang memiliki bahasa sendiri juga punya kesempatan untuk bersaing dengan manusia saat itu, jika saja para hewan itu bisa bekerja sama dengan jumlah banyak dan terorganisir dengan baik. Sebagai gantinya, karena mereka tidak dapat melakukan hal semacam itu, akhirnya mereka menjadi figur background kita sebagai makhluk “superior”.
Singkat cerita, kita menjadi angkuh, dan enggan berintrospeksi diri. Alih-alih introspeksi diri kita malah menyalahkan “orang lain” dan malah mengkambing hitamkan orang lain itu. Kita menyalahkan dan saling menyalahkan satu sama lain, kita menyalahkan alam, bahkan tuhan.
Menurut al-qur’an pada zaman nabi NUH A.S. terjadi sebuah banjir besar yang meneggelamkan rasa kesombongan kita, sebagai manusia. Dan menariknya, dalam cerita-cerita mitos kuno budaya, negara, agama lain juga sama menceritakan bahwasanya dahulu kala ada banjir besar.
SERINGKALI, KITA TIDAK TAHU APA YANG KITA UCAPKAN
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering berbicara, benar? Atau mungkin anda seorang yang extra-introvert sehingga anda tidak pernah bicara sekalipun?
Dalam obrolan, kita ingin agar ucapan yang kita lontarkan kpd lawan bicara dipahami seperti apa yang kita pahami atas ucapan kita tsb. Namun, tidak ada kepastian bahwa lawan bicara dapat memahami seperti apa yang kita ingin pahami. Jika anda sadar, di situlah letak keterbatasan bahasa. Yang sudah pernah saya bahas pada essay saya yang berjudul “WHEREOF ONE CANNOT SPEAK, THEREOF ONE…” silahkan baca, bagi yang belum.
Dalam perdebatan, alih-alih membuat lawan debat kita paham dengan apa yang kita bicarakan, kita lebih suka terlihat pintar dengan menggunakan istilah-istilah yang asing didengar orang kebanyakan. Tentu, jadinya bukan sebuah perdebatan melainkan sebuah debat kusir yang tidak berarti apapun.
Dan,
Kita saat sedang berbicara seringkali tidak mengerti apa yang kita bicarakan. Kita dengan mudahnya berkata “Ada”. Tapi, kita sendiri tidak tahu apa itu yang dimaksud dengan “Ada” ? Kita mudah berkata “aku sedang berpikir” namun, kita sendiri seringkali tidak tahu apa yang dimaksud dengan berpikir itu?
Hal yang paling menyelekit lagi adalah, saat kita bertanya ttg apa yang kamu maksud dengan “ada”, seringkali kita dicemooh, ditertawakan karena mereka merasa itu adalah hal yang tak patut untuk dipertanyakan. Apanya yang tidak patut?
PURA-PURA TAHU
Tahu itu apa? Tahu adalah makanan yang kita biasa makan. Namun, Tahu juga adalah saat kita menerima informasi-informasi di dalam otak yang dilalui dan terkonfirmasi oleh panca indra kita.
Mulailah, sesuatu dengan definisi agar setiap apa yang kita lontarkan dapat dipahami jelas oleh orang lain.
What we cannot speak about, we must pass over in silence.
Kita berpikir dijembatani oleh bahasa, kadang saya mengalami situasi di mana saya sedang berbincang dengan seorang teman ttg suatu hal. Pada saat itu saya ingin mengungkapkan sesuatu yang ada dipirkiran saya pada teman saya menggunakan bahasa yang dia pahami. Namun, pada saat saya akan mengungkapkannya, mulut saya gagap dengan seketika, balelol, tidak tahu harus mengungkapkannya dengan kalimat seperti apa. Namun, di otak saya tersimpan infotmasi yang saya ingin ungkapkan, sayangnya saya mengalami semacam kelupaan thd bahasa. Informasi tertanam di dalam otak namun pada saat ingin mengungkapkannya seolah-olah saya memiliki keterbatasan akan bahasa yang saya miliki untuk mengungkapkan informasi tersebut. Seperti ada sesuatu yang hilang, dan akhirnya temannya itu peka. Ia sepertinya mengetahui apa yang saya ingin sampaikan dan akhirnya ia mencoba membantu saya dengan mencari kalimat yang tepat itu.
Segala bentuk ungkapan, cara kita berbicara, itu adalah cerminan dari bagaimana kita melihat kenyataan dalam sudut pandang kita, itu juga melukiskan bagaimana kita berpikir, berperasaan. Kita bicara A, maka kita akan membicarakan A sesuai dengan sudut pandang kita terhadap A atau sesuai apa yang kita ketahui, dan sesuai bagaimana perasaan kita pada si A.